Ulama dan
pakar pendidikan anak, Dr. Abdullah Nahih Ulwan dalam karyanya, "Pedoman
Pendidikan Anak dalam Islam" (Asy Syifa 1981) mengartikan perintah sholat
dapat disamakan untuk perintah ibadah lain, terutama shaum dan haji. Karenanya,
ia menyarankan orang tua muslim untuk melatih anak-anak mengerjakan shoum sejak
dini (sebelum 7 tahun) jika mereka kuat dan berhaji jika orang tuanya mampu.
Menurutnya,
menanamkan ibadah sejak dini membuat anak-anak dapat mempelajari hokum-hukum
ibadah sejak masa pertumbuhannya. Dengan demikian, ketika dewasa, menjadi
terbiasa dan terdidik menaati Allah, melaksanakan hak-Nya, bersyukur, kembali,
berpegang, bersandar, dan berserah diri kepada-Nya. Selain itu, anak akan
memperoleh kesucian ruh, kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan
perbuatan dari ibadah yang dijalankannya.
Rasulullah r bersabda, "Tiada anak yang dilahirkan
kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya yang membuatnya menjadi
Yahudi, Majusi, dan Nasrani." (H.R. Bukhari). Hadits ini mengisyaratkan,
karena anak lahir fitrah (suci), maka menjadi mudah melakukan pembiasaan dan
pembentukan sejak dini.
Tak heran,
para psikolog pun sepakat, usia 0-6 tahun adalah usia sensitive dalam belajar.
Pada usia ini, anak-anak akan menerima nilai-nilai agama hanya dengan
mempercayai tanpa argumentasi. Untuk itu, orangtua harus memanfaatkan
semaksimal mungkin.
Selain itu,
otak anak juga mengalami perkembangan cepat sejak lahir. Kapasitas
intelektualnya berkembang sejak usia 4 tahun. Ketika 8 tahun, perkembangan
intelektualnya mencapai 80 %. Demikian juga dengan daya serapnya. Anak usia 4-8
tahun, mampu menyerap informasi 100 %, tapi lebih dari 8 tahun, kapasitasnya
menurun menjadi 20 % saja.