Umar bin Mahmud Abu ‘Umar menggambarkan hakekat pergumulan antara Al-Haq dan Al-Batil sebagai berikut:
1. Alloh berfirman :
بل نقذف بالحق على الباطل فيدمغه فإذا هو زاهق و لكم الويل مما تصفون
Oleh karena itu Al-haq adalah pelempar, dan ia tidak lain kecuali memang seperti itu. Karena padanya memang ada unsur-unsur kekuatan yang Alloh jadikan padanya sehingga ia seperti itu. Dan begitu pula firman Alloh:
و ألق ما في يمينك تلقف ما صنعوا إنما صنعوا كيد ساحر و لا يفلح الساحر حيث أتى
2. Alloh berfirman:
و قل جاء الحق وزهق الباطل إن الباطل كان زهوقا
Dalam ayat ini Alloh menerangkan keadaan al-haq ketika muncul dengan ungkapan جاء الحق (datang kebenaran), sebuah ungkapan yang menggambarkan pada jiwa sebuah gerakan yang ringan yang tidak membutuhkan usaha yang besar dan tidak memerlukan pekerjaan yang berat akan tetapi ia adalah perjalanan biasa جاء (datang), meskipun pada ayat pertama diterangkan bahwa gerakan kebenaran adalah gerakan qodzifah (terlempar) yaitu suatu gerakan yang cepat dalam mengusir dan menghancurkan kebatilan. Namun dua ayat tersebut tidaklah saling bertentangan, akan tetapi setiap huruf pada ayat pertama menjadi penguat untuk setiap huruf pada ayat kedua. Dan inilah arti firman Alloh:
الله نزل أحسن الحديث كتابا متشابها مثاني
Namun kebatilan pada kedua ayat tersebut ( زاهق , زهوقا ) yang berarti keluarnya nyawa dan hancur serta tunduknya sesuatu kepada yang lain dan ini merupakan ungkapan yang mengesankan pada jiwa tentang hakekat kebatilan, sesungguhnya kebatilan adalah cepat sirna dan mempunyai ruh dan eksistensi. Ibnul Qoyyim berkata:” Kethuilah sesungguhnya kejelekan itu pada hakekatnya dalah tidak memberikan bahaya dan tidak pula memberikan manfaat kepaa sesuatupun, seperti tidak adanya kehidupan dan tidak memiliki penglihatan.” Demikianlah kebatilan itu, karena pada hakekatnya kebatilan itu adalah tidak adanya kebenaran. Maka jika kebenaran itu datang dengan berupa qodzifah, sesungguhnya kebatilan pasti sirna sebagaimana firman Alloh tentang tongkat Musa ketika datang kepada tali-tali tukang para tukang sihir;
فوقع الحق وبطل مما كانوا يعملون, فغلبوا هنالك وانقلوا صاغرين
Semua ini kita melihatnya dengan indera dan penglihatan, karena sesungguhnya kegelapan itu artinya tidak adanya cahaya. Maka apabila kegelapan itu telah menyelimuti mausia hal itu terjadi sesuai dengan kepergian kebenaran.”
Lebih lanjut beliau mengataka:” Apabila kita katakan bahwa kebatilan itu pada hakekatnya tidak mempunyai eksistensi, akan tetapi pada hakekatnya adalah menghilangnya kebenaran, sebagaimana yang dikatakan Ibnul Qoyyim, maka akan muncul pertanyaan dalam benak kita: Apa arti dari kemenangan kebatilan atas kebenaran dalam berbagai bidang yang kita rasakan pada suatu masa dan kita saksikan hari ini? Untuk menjawap pertanyaan ini ada beberapa poin yang akan kita bahas sebagian insya’alloh.
Pertama: Ketahuilah bahwasanya Alloh telah menetapkan dalam kitab-Nya bahwa kebenaran itu selamanya tidak akan terkalahkan, dan Alloh telah menetapkan bahwa Ia tidak akan menjadikan orang kafir iu berkuasa atas orang beriman. Alloh berfirman:
ولن يجعل الله للكافرين علي المؤمنين سبيلا
Orang bodoh akan mengira bahwa ayat ini kadang-kadang tidak tepat, karena ia melihat kadang-kadang kekafiran menang atas Islam. Dan ini adalah kebodohan besar terhadap dinulloh. Imam Asy-Syathibi berkata dalam kitab Al-Muwafaqot tentang ayat ini
ولن يجعل الله للكافرين علي المؤمنين سبيلا
Kalau ayat ini dibawa kepada pengertian sebuah kabar, maka kabar ini tidak selamanya benar, karena seringkali orang kafir menguasai orang Islam dengan menawan dan menghinanya. Sedangkan ayat ini tidak mungkin dibawa kepada suatu pengertian selain pengertian yang sesuai dengan kemyataan, yaitu penetapan sebuah hukum syar’i. Pada pengrtian inilah ayat ini harus dipahami.(hal. 100-101) Saya katakan: Ini adalah sebuah pandangan besar dari Imam Asy-Syathibi yang harus kita perhatikan sejak jaman dulu. Karena kehidupan kita hari ini menunjukkan bahwa pemahaman kita telah jauh dari Al-Qur’an dan as-sunnah yang merusak pemahaman-pemahan Islamyang agung.
Untuk menafsirkan perkataan Asy-Syathibi kami katakan: Sesungguhnya ayat tersebut aalah sebuah perintah dari Alloh swt. Kepada orng-orang yang beriman untuk tidak menerima kehinaan pada agama mereka, dan hendaknya mereka berusaha keras agar tidak terhina. Karena sesungguhnya keberhasian orang kafir dalam menguasai orang beriman adalah suatu pertanda bahwa mereka telah melalaikan perintah Alloh. Yang benar adalah ayat ini terdapat perintah dan janji dari Alloh. Perintahnya adalah agar bereka menjadi orang beriman, sendangkan iman disini berarti berperang dan mencari kemenangan dan kemuliaan. Hal ini dikembalikan kepada pengertian iman menurut ahlus sunnah. Dan dalam hal ini ustadz Abdulloh Darroz, yang memberikan komentar terhadap kitabnya Asy-Syathibi tersebut telah salah, beliau menyangka karena ayat tersebut tidak menyebutkan وعملوا الصالحات dibawa kepada pengertian lain. Hal itu disebabkan beliau menyangka bahwa iman adalah sebuah vonis hukum dan bukan sebuah derajar dan kedudukan. Dan yang benar adalah bahwa maksud firman Alloh (المؤمنين) dalam ayat ini adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban iman yaitu الدفع و المدافعة (membela dan mempertahankan). Dan yang mirip dengan ayat ini, sabda Rosululloh r
إذا تبايعتم بالعينة واتبعتم أذناب البقر و تركتم الجهاد في سبيل الله سلط الله عليكم ذلا لا يرفعه إلا أن تعودوا لدينكم
“Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘Inah, mengikuti ekor-ekor sapi dan meninggalkan jihad fii sabiilillah, alloh akan mencampakkan kehinaan pada kalian yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada din kalian.” (Hadits Hasan)
Arti din disini sama dengan arti iman pada ayat diatas yaitu jihad. Karen sesungguhnya kehinaan itu tidak akan hilang hanya sekedar sholat, zakat, haji dan dzikir namun semua itu adala bagian dari din yang mebantu untuk menghilangkan kehinaan. Akan tetapi kehinaan ini tidak akan hilang kecuali dengan menghilangkan penyebabnya, yaitu meninggalkan jihad fii sabiilillah. Rosululloh r bersabda:
ما ترك قوم الجهاد إلا ذلوا
“Tidak ada sebuah kaum yang meninggalkan jihad kecuali mereka akan hina.”
Dr. Abdulloh Azzam: Rosululloh r bersabda
إنما ينصر الله هذه الأمة بضعيفها بدعوتهم و صلاتهم و إ خلاصهم
“Sesungguhnya Alloh memenangkan umat ini dengan orang-orang lemah mereka melalui do’a, sholat dan keikhlasan mereka.” (Hadits Shohih diriwayatkan An-Nasa’I dari Sa’ad, terdapat dalam Shohihul Jami’ no. 2384)
Ibnul ‘Arobi: “bagian dari hikmah Alloh yang agung bahwasanya Ia memerintahkan untuk mengadakan persiapan dan kekuatan menghadapi lawan lalu Alloh memberitahukan bahwa kemenangan itu disebabkan oleh orang-orang lemah, supaya mereka tahu terhadap perintah untuk mengadakan persiapan dan ukuran ibadah yangmelihat kepada kebiasaan sypaya mereka kembali kepada hakekat masalah, dan bahwasanya kemenangan itu hanyalah dari sisi Alloh yang diberikan melalui orang-orang lemah. Maka pelaksanan melakukan persiapan adalah ibadah dan memahami bahwasanya kemenangan ada pada orang lemah tauhid dan segala urusan itu bagi Alloh adalah biasa dan kenyataan yang diatur sebagaimana yang Ia kabarkan.” (‘Aridlotul Ahwadzi At-Tirmidzi VII/194)
عن سعد بن أبي وقاص رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم هل تنصرون إلا بضعفائكم [ رواه البخاري ]
“Dari Sa’ad Bin Abi Waqosh ra. Beliau berkata;”Rosululloh bersabda:” bukankah kalian itu diberi kemenangan hanya karena orang-orang lemah diantara kalian.” [1]
Ibnun Nuhas berkata:”Ketahuilah bahwasanya ma’iyyatulloh (keberamaan Alloh) itu ada dua macam. Pertama adalah ma’iyyah ‘ammah, yaitu ma’iyyah yang berarti mengetahui dan meliputi. Sebagaimana firman Alloh:
وهو معكم أينما كنتم
“Dan Dia bersama kalian dimana saja kalian berada.” (Al-Hadid: 4)
ما يكون من نجوى ثلاثة إلا هو رابعهم ولا خمسة إلا وهو سادسهم ولا أدنى من ذلك و لا أكثر إلا هو معهم
“(Al-Mujadalah: 7)
Kedua adalah ma’iyyah khoshoh, yaitu ma’iyah yang berarti pertolongan dan bantuan. Sebagaimana firman Alloh:
إذ يقول لصاحبه لا تحزن إن الله معنا
“… ketika dia berkata pada temannya: “Janganlah bersedih, sesungguhnya Alloh bersama kita.” (At-Taubah: 40)
وأنتم الأعلون و الله معكم
“…… sedangkan kalai adalah mulia dan Alloh bersama kalian.” (Muhammad: 35)
Ma’iyyah yang kedua ini bersyarat dengan ibadah yang bersih dari noda-noda maksiyat. Maka barangsiapa beribadah kepada Alloh dengan sebenarnya, maka ia tidak akan terkalahkan, karena Alloh sebagai penolongnya.
ذلك بأن الله مولى الذين ءامنوا و أن الكافرين لا مولى لهم
“… hal itu disebabkan karena Alloh adalah pelindung orang-orang beriman sedangkan orang-orang kafir tidak mempunyai pelindung.”
[1] Ittihaful ‘Ibad fii Fadlo’ili jihad, Dr. Abdulloh Azzam tebitan Daaru Ibni Hazm, Yaman thn. 1412 H/1992 M. hal.103
0 komentar:
Posting Komentar