Cari Blog Ini

JOIN THE CARAVAN

Get Gifs at CodemySpace.com Get Gifs at CodemySpace.com

Minggu, 15 Januari 2012

Cerdaskan anak dengan bermain



            Seringkali ada anggapan, anak yang selalu banyak bermain adalah sinonim anak pemalas atau bodoh. Padahal tidak demikian. Anggapan macam ini kurang bijaksana. Dr. Muhammad Muad, SpKj, Konsultan psikologi Rumah Sakit Islam Jakarta, menanggapi masalah ini sangat serius. Menurutnya, dari sudut pandang ilmu psikologi, permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak, meski tidak dinafikan ada pula efek buruknya bila anak dalam bermain tanpa mendapatkan pengarahan dan bimbingan oranng tua.
            "Anak yang pada masa kecilnya selalu dikekang dari dunianya (bermain), ia mengalami ketidakbahagiaan. Ini sangat berbahaya sekali bagi tumbuh kembang kepribadian anak. Jangan heran kalau akhirnya buah hati kita akan menjadi insan yang kaku. Saya sering menemukan, banyaknya kasus lemahnya mentalitas orang dewasa, salah satu penyebabnya bermula dari kehidupan masa kecil yang tak bahagia," tegas Muhammad Muadz.
            Menurut Sri Nilawati, proses perkembangan anak yang normal memang membutuhkan gerak. Anak yang aktif secara fisik akan memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai gerakan yang mungkin bias dilakukan dalam suatu pengalaman aktivitas fisik. Oleh karena itu, anak perlu diperkenankan dengan berbagai variasi pengalaman gerak melalui permainan, seperti berjalan, melompat, melempar, gerakan mata, dan sebagainya.
            Dr. H. Muhammad Muadz mengimbau setiap orangtua untuk lebih mendorong anak-anaknya melakukan kegiatan bermain yang kreatif dan inovatif. Tapi, terkadang hal itu sulit dilakukan kalau dari si anak terdapat kendala untuk bermain. Untuk itu orangtua hendaknya memperhatikan beberapa faktor penting yang mempengaruhi permainan anak, diantaranya sebagai berikut:

1.      Faktor Kesehatan
Kondisi sehat, baik jasmani maupun rohani sangat mempengaruhi kurangnya energi anak dalam bermain.
2.      Faktor Intelegensi
Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berfikir mereka.
3.      Faktor Jenis Kelamin
Ada perbedaan mencolok antara anak perempuan dan anak laki-laki. Biasanya, anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang mengeluarkan banyak energi, seperti memanjat, berlari-lari atau kegiatan fisik lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan berperilaku halus.
4.      Faktor Lingkungan
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga sarana bermainnya, akan menimbulkan aktivitas bermain anak menjadi berkurang.
5.      Status Sosial ekonomi
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga berekonomi tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang berekonomi lemah. Tapi meskipun begitu, ada nilai positif dan negatifnya. Anak yang serba dimanjakan untuk dibelikan berbagai alat-alat permainan, akan selalu bergeming dalam ketidakmandiriannya hingga dia dewasa. Sedang orangtua yang sibuk dengan urusannya sendiri, sudah saatnya peduli dengan salah satu kebutuhan anak, yaitu bermain. Jangan lupa, bermain mempengaruhi tumbuh kembangnya anak,baik secara fisik, terapi, pengetahuan anak, baik secara fisik, terapi, pengetahuan anak, kreativitas anak, perilaku social dan yang lebih penting nilai moral.

            Para ulama salaf juga memahami pentingnya media bermain bagi anak-anak. Nasihat imam Ghazali : Setelah selesai belajar al Qur'an sebaiknya anak diizinkan untuk bermain dengan permainan yang edukatif (mendidik) untuk sekedar melepas lelah. Jika anak dilarang bermain dan dipaksa terus untuk belajar, akan mematikan nuraninya, menghancurkan kecerdasannya dan membuat hidupnya jadi muram. Akhirnya dia pun mencari-cari jalan untuk meninggalkan belajar. Anak yang tidak suka berolahraga akan mengalami keterpurukan pada rohani dan mentalitasnya."
            Umar bin Khattab menasihatkan, "Sebaiknya seorang ayah itu laksana anak kecil dalam keluarganya dalam hal keakraban pergaulan, fleksibilitas, dan bercengkrama dengan anak-anaknya.
            Fasli Jalal, Direktur Pendidikan Luar sekolah dan pemuda Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam sebuah seminar bertemu "Stimulasi Otak dan Pembentukan Budi Pekerti pada Anak Usia Dini" di Jakarta. Sabtu (4/8), juga memandang pentingnya ajang bermain itu bagi anak menurutnya, anak harus selalu diberikan peluang untuk bereksplorasi dan melakukan kegiatan fisik. Itu sangat bermanfaat sekali bagi pencapaian kesiapan akademik dan belajar, "Kegiatan fisik dan eksplorasi yang dilakukan anak merupakan sarana pembelajaran. Tidak heran jika anak yang tak seimbang dalam kegiatan fisik dan eksplorasi kognitif kelak bisa mengalami kesulitan dalam belajr," tanggap Fasli Jalal.

Sabili : No. 18 TH. XI 26 Maret 2004 / 5 Shafar 1425

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes